silakan di klik

Monday, September 10, 2012

Kelinci
Seorang sahabat saya bercerita bagaimana ia belajar bersabar (tidak cepat marah) di tengah-tengah keluarganya.
Anak-anaknya memelihara seekor kelinci. Suatu hari kelinci mereka terkena penyakit kulit yang menyebabkan bulu-bulu kelinci itu rontok (mungkin disebabkan oleh jamur). Anak-anak sedih dan berkeinginan untuk mengobati kelinci.

Ketika keinginan mengobati penyaki kelinci tersebut diungkapkan kepada sahabat saya. Sahabat saya terkejut. Prinsip ekonominya langsung ia jalankan! Kelinci itu dibeli dengan harga Rp 35000,- sedangkan biaya perobatan kelinci ke dokter hewan minimal Rp 50000,-

Ia menawarkan kepada anak-anaknya untuk membeli kelinci baru. Tapi anak-anak tidak setuju dan tetap ingin membawa kelinci itu ke dokter hewan. Karena sahabat saya baru belajar untuk bersikap sabar, maka ia  (terpaksa) mengikuti anak-anak untuk membawa kelinci itu ke dokter hewan.

Tapi ternyata sahabat saya masih terus berfikir tentang keuangannya. Ia memulai mengajak anak-anak untuk berfikir sosial. Ia berkata "bayangkan jika uang Rp 50000 kita sedekahkan kepada pengemis, tentulah itu sangat berarti bagi seorang pengemis dari pada seekor kelinci"
tapi dengan bijak anaknya berkata.." aku tidak pernah melihat ayah memberikan uang Rp 50000,- kepada pengemis"

Ups...dia tertegur oleh pernyataan anaknya. Akhirnya mereka sampai di dokter hewan. Dokter hewan memahami hati anak-anak...mereka dikenakan biaya Rp 40000,- plus gratis pengobatan selanjutnya.

teman saya belajar untuk bersabar ia perlu memahami perasaan anak-anaknya bukan mengalihkannya kepada sosial palsu yang ia ajukan.

No comments:

Post a Comment